Mereka berumah di perahu Menyusuri lautan sepanjang waktu. Hidup dari satu pulau ke pulau lain. Dan baru akan ke daratan manakala hasil tangkapan mereka cukup untuk dijual.

Tidak hanya menangkap ikan, manusia perahu ini juga mengumpulkan sejumlah komoditi dari pulau-pulau yang ada di Laut Sibolga. Antara lain kopra atau kelapa, hasil-hasil hutan maupun kayu bakar. Hasil tangkapan laut dan komoditi-komoditi itu mereka jual ke tengkulak.


Meski mereka dikenal gigih mencari nafkah, namun mereka tetap miskin. Itu karena ulah para tengkulak yang kerap menipu mereka. Maklum sebagian besar Pincalang tidak bisa membaca dan tak melek angka.

Tambah lagi bunga yang tinggi atas pinjaman modal awal untuk mereka melaut. Hal itulah yang membuat manusia-manusia laut ini merugi dan terlilit utang sepanjang hidup.

Salah satu buku yang mengangkat kisah manusia laut ini adalah buku "Pincalang" yang ditulis Idris Pasaribu. Dalam buku itu, Idris mengisahkan bagaimana manusia-manusia laut ini harus bertahan hidup hanya untuk membayar utang sepanjang hidupnya.


Meski setiap hari mengarungi hidup yang keras di antara angin kencang dan arus gelombang yang tinggi dan hidupnya dililit utang, tidak membuat Pincalang ini berperilaku kasar.